Minggu, 14 Oktober 2007

Idul Fitri : Milik Kita Bersama


Oleh : Sandrak H Manurung *



Hari yang dinanti-nantikan akan tiba, setelah satu bulan umat yang beragama Islam berpuasa di siang hari dan kembali seperti biasa makan, minum dan aktivitas lainnya. Idul Fitri, itulah hari yang dinantikan. Moment penting ini bermanfaatkan untuk bertemu sanak-saudara, bermaaf-maafan kepada semua handaitaulan. Tak jarang, banyak orang rela berbodong-bondong menahan sesak dalam perjalanan pulang ke kampung halaman. Yang terpenting Idul Fitri berarti kembali ke kampung dalam hati yang bersih dan ruang rohani.

Masih melekat dalam ingatan saya, ketiga duduk di bangku SMA pada Tahun 2000 di Desa Securai Utara, Pangkalan Berandan, letaknya 85 KM dari Kota Medan, sehari menjelang lebaran, saya diajak teman-teman muslim untuk ikut memeriahkan malam takbiran dengan peserta konvoi keliling kota Pangkalan Berandan sambil memukul-mukul beduk, dan alat-alat yang dapat menimbulkan bunyi-bunyian. Komunitas Muslim dan Kristen ketika itu berbaur menjadi satu. Hikmah, saya merasakan hari kebesaran itu.
Idul Fitri merupakan hari kebesaran bagi umat yang beragama Islam. Tapi mengingat masyarakat Indonesia yang multikultural, Idul Fitri dapat dijadikan hari kebesaran kita semua-milik kita bersama, tanpa ada rasa tersinggung dan kecurigaan tertentu dari mereka yang muslim. Jika hal ini menjadi bagian dari toleransi kita, merupakan suatu kebahagiaan besar yang di idamkan dalam keragaman agama dan keragaman budaya.
Sikap multikulturalisme itu menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Konsep tersebut mengajak masyarakat dalam arus perubahan sosial, sistem tata nilai kehidupan dengan menjunjung tinggi toleransi, kerukunan dan perdamaian serta menghindari sejauh mungkin konflik atau kekerasan meskipun terdapat perbedaan sistem sosial di dalamnya.
Suparlan (2002:98) menjelaskan multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual maupun secara kebudayaan.

Oleh karena itu konsep multikulturalisme tidaklah hanya disamakan dengan konsep keanekaragaman yang hanya menggambarkan bahwa kita beragam secara agama, suku bangsa atau kebudayaan yang menjadi ciri khas masyarakat majemuk, tetapi multikulturalisme lebih menekankan adanya saling menghargai dan rasa memiliki dalam kesederajatan serta meningkatkan solidaritas yang menuntut kita untuk melupakan upaya-upaya penguatan identitas. Untuk itu kehidupan multikultural yang dilandasi kesadaran akan keberadaan diri tanpa merendahkan yang lain diharapkan segera terwujud.
Dengan rasa memiliki Idul Fitri-juga hari kebesaran kelompok lain, bagi masyarakat muslim dan non-muslim, kiranya dapat dijadikan sebagai pengikat tali silaturahmi antar umat beragama dan kebudayaannya yang mampu menembus batas-batas sosial antara kelompok satu dengan kelompok lainnya. Momentum penting ini dapat dijadikan bagian dari kita semua dalam merajut hidup berbangsa dan bernegara.

Pendidikan
Harapan-harapan diatas, tentu akan lebih mudah membawa masyarakat kedalam kehidupan yang plural. Peristiwa kekerasan diakhir-akhir ini menjadi catatan penting untuk saling lebih menghargai. Hal ini tak terlepas dari apa yang ditanamkan saat kita masih kecil atau duduk dibangku sekolah. Untuk itu, seyogianya pendidikan kita juga harus mengedapankan kebersamaan dalam pluralitas, toleransi.

Pendidikan, tentulah salah satu alternatif dalam memberikan pemahaman akan multikulturalisme. Pendidikan yang diajarkan diharapkan lebih berperan dalam menumbuhkan sikap toleransi dan menghargai keberagaman tersebut. Harapannya, metode pendidikan berisikan wacana pluralitas-multikulrutalisme serta para pengajar dapat membina yang diberlakukan dalam pendidikan sekolah, mulai tingkat SD hingga SLTA. Bukan malah mengindoktrinasi dan “mengutuk” perbedaan. Sekolah harus dijadikan tempat menghapuskan berbagai jenis prasangka dan diskriminasi yang bertujuan membuat siswa terkotak-kotak.

Memang multikulturalisme bukanlah pengertian yang mudah. Dimana mengandung dua pengertian yang kompleks, yaitu “multi” yang berarti plural atau beragam dan “kulturalisme” berisi tentang pemahaman kultur atau budaya. Istilah plural mengandung arti yang berjenis-jenis, karena pluralisme bukan sekedar pengakuan akan adanya hal yang berjenis-jenis tetapi pengakuan tersebut memiliki agenda politis, sosial, ekonomi dan budaya. Dalam pengertian tradisonal tentang multikulturalisme memiliki dua ciri utama; pertama, kebutuhan terhadap pengakuan (the need of recognition). Kedua, legitimasi keragaman budaya atau pluralisme budaya. (H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme).

Tapi kita tidak bisa pungkiri akan hidup yang telah diberi Maha Kuasa, bahwa kita ini saling berbeda, sehingga kita harus lebih berupaya untuk lebih menghargai dan memastikan bahwa kita ini adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan berbangsa. Tentu, dalam menerapkan pemahaman tersebut adalah kerja keras yang harus dilakukan. Tidak bisa hanya satu atau dua komunitas, dan jalan menujunya pun tidak hanya dari segi pendidikan. Banyak upaya yang harus dilakukan.

Kado Idul Fitri
Menurut saya, dalam merayakan hari kebesaran Idul Fitri, dapalah kita ambil hikmah yang menjadi kado-hadiah bagi kita, bahwa kita adalah saudara, satu sama lain saling merajut. Jika kita tidak piawai dalam merajutnya, kita sendiri juga yang akan merasakannya, untuk itu mari kita jadikan milik kita bersama.

Kita sebagai rakyat Indonesia yang pluralistik harus dijadikan modal dalam membangun bangsa, dan bukan sebagai kutukan yang harus dihindari. Kita yang hidup pluralistik bukan sekedar merepresentasikan adanya kemajukan, multikulturalisme memberikan penegasan bahwa dengan segala perbedaan kita, kamu dan saya, mereka dan kita adalah sama di dalam ruang publik. Mari kita wujudkan multikulturalisme menjadi semacam respons bersama untuk kebijakan baru terhadap keragaman, sebab tidak cukup untuk menggambarkan adanya perbedaan saja, tapi sebesar apapun kamu dan saya, mereka dan kita harus diperlakukan sama oleh Negara dan siapapun.

Akhirnya, dengan segala kekurangan, saya mengucapakan Selamat Idul Fitri, mohon maaf Lahir dan Batin.

* Mahasiswa Antropologi FISIP-USU, Staf Yayasan SABDA, Medan.

Tidak ada komentar: